Hi, Welcome to my blog, enjoy reading.
RSS

Friday 31 August 2012

Dayu


Namanya Dayu. Gadis ayu yang duduk tepat di bawah jendela itu sedang menunduk dan mencatat sesuatu. Dia benar-benar manis dilihat dari sisi manapun. Mata bulat besar, hidung sedikit mancung, dan rambut hitam sebahu, ditambah dengan senyumnya yang sangat-sangat.. akh, sulit sekali mendeskripsikannya. Senyumnya mampu membuat aku tersetrum, ikut senyum-senyum sendiri, hingga tiba-tiba aku tersadar oleh ribut-ribut yang memanggil namaku.

                “Felix!”

                “Felix!!”

                “Felix!!!”

Setelah sadar kulihat sekeliling. Aduh, semua mata tertuju padaku, bahkan mata Dayu dan Miss Agnes. Aku langsung khawatir karena Miss Agnes menatapku dengan tajam. Sepertinya dia telah memanggilku dari tadi, saat aku menatap Dayu. Arrrggghhh….Malunya aku!! Apa Miss Agnes tahu kalau aku tadi sedang memandangi gadis itu?

                Felix, who were you thinking about?” tanya Miss Agnes sambil sedikit tersenyum. Aku lega karena Miss Agnes tidak marah, namun aku juga sedikit berdebar karena pertanyaan itu. Apa dia benar-benar tahu kalau aku tadi memandangi Dayu?

                “Hmm… mmm… No body, Miss. I just thought about something else. I’m having a problem with my thesis. I’m sorry, Miss,” jawabku memberi alasan sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Padahal aku belum menyentuh skripsiku sama sekali. Sial! Aku sadar sepenuhnya kalau alasanku tidak bermutu. Tapi aku rasa Miss Agnes tidak akan marah. Kulihat dia tipe orang yang sangat ramah, murah senyum, dan suka bercanda. Sepertinya usianya pun tidak berbeda jauh denganku yang sekarang sudah semester 8.

                Oh really? But I’m sure that you didn’t have any problem at all. You kept smiling while staring at Dayu,” balas Miss Agnes dengan senyum lebar. Gubraaakk…!!! Feeling-ku benar ternyata, Miss Agnes tahu dan dia terang-terangan menggodaku di depan semua teman-teman baruku. Sontak mereka semua tertawa dan ikut menggodaiku. Kata-kata favorit  pun keluar dari mulut-mulut gatal itu.

                “Ciee… Felix…”

                “Ehm.. Ehm.. Ada yang naksir nih…”

                “Haseeekk…”

Mataku spontan melirik ke arah Dayu untuk melihat reaksinya. Dia hanya tersenyum-senyum sambil sesekali mengklarifikasi dan sesekali menunduk. Apakah mataku menipuku? Sepertinya pipinya memerah. Atau dia kebanyakan pakai blush-on? Kuenyahkan semua pikiran tolol itu. Beberapa orang sudah terdiam, ketika Dayu berkata cukup keras pada orang di sebelahnya, kalau  tidak salah namanya Mella. Suaranya cukup keras untuk sampai di telinga Miss Agnes.

                Hey, what are you talking about? I don’t even know him, you know,” kata Dayu sambil sedikit menggoyang-goyangkan tangannya. Aduh,, bahkan goyangan tangannya pun terlihat indah sekali…

                No need to be shy, Dayu. I’m really glad that I find a romance in our first meeting. This is happy news, right?” kata Miss Agnes santai sambil berdiri bersandar di meja guru. Ternyata Miss Agnes memang “amazing”. Masih dibahas???

                No, Miss. Why are you gossiping?” Dayu membantah perkataan Miss Agnes dan mukanya kembali memerah.

                “Hahaha… Just kidding! You know class, there were once two students who fell in love until I found that they finally had a relationship and they usually didn’t focus on my explanation,” sambung Miss Agnes.

                Then, what did you do to them, Miss?” tanya cewek yang aku yakin bernama Mella itu. Sepertinya dia cewek yang banyak omong, dan terlalu ingin tahu menurutku.

                Then I kicked them out!” kata Miss Agnes pula. Hah? Murid pacaran terus diusir dari kelas? Gila, aku calon korban berikutnya nih sama Dayu (ngarep.com).

                “Whoaaa…!” beberapa murid menunjukkan kekagetannya.

                “Hahaha… Just kidding, guys! Again,” Miss Agnes tampak tertawa puas karena berhasil mengerjai beberapa dari kami. Oh my God, ada ya guru kayak gini? Aku jadi khawatir tidak bisa lulus level intermediate ini. Targetku kan aku lulus satu periode ini saja dan tidak perlu mengulang lagi. Hmm.. Menurut perhitunganku sih, aku sebenarnya sudah lumayan bisa berkomunikasi pakai Bahasa Inggris. Tapi kebijakan kampus mewajibkanku untuk mendapatkan sertifikat intermediate sebagai syarat ujian pendadaran. Ada-ada aja peraturan kampus jaman sekarang. Apa yang akan terjadi sama anak-anak yang kompetensi Bahasa Inggrisnya kurang? Yang mengerti Bahasa Inggris seperti aku mengerti Bahasa Jerman? Gila, mereka pasti harus ikut les terus dari level paling bawah sampai level intermediate ini. Itu pun kalau lancar. Misalkan mereka harus mengulang tiap level, mungkin baru tiga tahun mereka dapat sertifikat intermediate. Sampai di-DO kalau begitu ceritanya. Ck.. ck.. ck…

                OK, back to our lesson. Do you still remember what tense we use to talk about future plans or conditions?” Miss Agnes pun kembali ke pokok persoalan. Belajar. Dan dia baru saja menanyakan pertanyaan yang jawabannya sudah kuhafal di luar kepala. Aku pun spontan menjawab pertanyaan itu.

                Simple future tense, Miss. We can use the word “will” or “be going to”,” jawabku yakin.

                Exactly. Thank you, Felix. So, will you invite Dayu to a dinner this evening?”

                Arrrrrrrrrrgggggggggghhhhhhhhh…………………………..

***

                Sisa waktuku hari ini kuhabiskan untuk memikirkan Dayu. Tadi sore sepulang les aku berhasil mengajaknya ngobrol. Dia anak yang asik. Kejadian di kelas, soal aku yang tak bisa menahan diri melamunkannya, tidak membuatnya ill-feel padaku. Aku tak menyangka akan bertemu dengan calon soulmate-ku di tempat les yang baru. Dayu benar-benar telah menawan hatiku hanya dalam hitungan detik. Sayang aku tidak berani meminta nomor hapenya tadi. Tapi gadis secantik Dayu pasti sudah ada yang punya. Hah, nasib.

***

                Semakin hari aku semakin terhipnotis oleh Dayu. Dia telah menjadi semangatku untuk selalu berangkat les. Sebenarnya aku punya tiga kali kesempatan untuk membolos. Dengan memanfaatkan kesempatan itu, setidaknya aku masih tetap bisa dapat sertifikat. Tapi aku tak ingin melewatkan kesempatan untuk bertemu dengan Dayu dan aku juga tak pernah melewatkan kesempatan untuk duduk bersebelahan dengannya. Karena saat Miss Agnes tidak memperhatikan, aku bisa mengajak ngobrol Dayu mengenai hal-hal di luar kursus. Misalnya asalnya dari mana dan hobinya apa. Seperti yang terjadi sore tadi.

                Ok class. Please open the next page and do exercise 3,” perintah Miss Agnes pada kami semua di kelas.

                Ok, Miss,” terdengar beberapa suara menjawab. Beberapa yang lain langsung saja mengerjakan tanpa mengeluarkan suara sehalus apapun. Dahsyat!!

                Aku memperhatikan kalau Miss Agnes selalu mempunyai kebiasaan berkeliling kelas saat kami sedang mengerjakan latihan. Well, mungkin itu bukan kebiasaan, tapi strategi mengajar. Aku memang tidak terlalu tahu-menahu tentang trik mengajar yang jitu karena aku tidak kuliah di fakultas pendidikan. Tetapi menurutku memang perlu untuk mengecek pekerjaan muridmu jika kamu sendiri menjadi seorang guru. Sehingga ketika muridmu mengajukan pertanyaan, kamu bisa langsung menjawab pertanyaan itu dengan lebih jelas dan personal. Selain itu, kamu juga menguntungkan muridmu yang ingin pedekate seperti aku ini.

                Ketika itu aku sudah selesai mengerjakan soal-soal yang ditugaskan Miss Agnes. Dayu yang duduk di sebelahku pun kulihat sudah memain-mainkan pulpennya, sambil memelototi hasil pekerjaannya. Menurutku Dayu cukup pintar juga. Dia selalu berhasil mengerjakan exercise dalam waktu singkat, seperti juga aku, di saat yang lain masih mengetuk-ngetukkan pulpen mereka di pelipis, atau menggigit-gigit pulpen itu karena tidak tahu harus menjawab apa. Maka kusambar kesempatan emas itu untuk mengajak ngobrol Dayu.

                “Day, kamu udah selese ya?” tanyaku pada Dayu yang kemudian memalingkan wajahnya yang ayu untuk menjawab pertanyaanku. Oh God, jantungku berdetak keras.

                “Iya. Udah kucek juga berulang-ulang, kayaknya udah bener sih. Tapi gak terlalu yakin juga. Kamu juga udah?” Dayu balas bertanya padaku.

                “Iya nih. Ah, pasti udah bener semua deh jawabanmu. Hehehe… Ohya, jadi kamu tu aslinya dari Cilacap ya?” tanyaku setelah aku mendapat informasi beberapa hari yang lalu.

                “He’eh,” jawab Dayu singkat.

                “Deket sama nusa kambangan gak?” tanyaku lagi padanya. Selain untuk basa-basi, aku memang pensaran apakah rumahnya dekat dengan tempat yang digunakan sebagai penjara untuk napi kelas kakap itu.

                “Jauh. Aku pernah sekali kesana waktu SMA.”

                “Ohya? Nusa Kambangan tu kayak apa sih?”

Bla-bla-bla. Obrolan itupun terus berlanjut sampai Miss Agnes memutuskan untuk mengecek jawaban kami. Berbicara dengan Dayu terasa sangat nyambung dan asik. Aku semakin menyukainya. 

***

                “Kamu yakin udah bisa move on?” tanya Ichsan tanpa basa-basi. Kami sedang mengerjakan proyek kami untuk diujikan minggu depan. Proyek ini merupakan salah-satu jaminan kami bisa lulus dan menjadi engineer. Ichsan mengalihkan pandangannya dari layar laptop dan memandangku dengan serius. Aku tahu dia sangat concern padaku. Aku diputusin Dana, mantanku, beberapa bulan yang lalu. Dia memutuskaan buat kuliah di Perancis, ikut papanya yang pindah tugas di sana. Dia memang baru saja masuk kuliah, jadi tak masalah baginya untuk mulai dari awal. Tapi itu masalah bagiku dan aku sudah mencoba memintanya untuk tetap mempertahankan hubungan kami. Tapi dia tetap bersikukuh untuk putus dengan alasan yang klise sekali. Dia tidak bisa menjalani long distance relationship. Jadi mau tidak mau aku harus menerima keputusan Dana.

                “Yakin, bro. Dayu bener-bener udah mengalihkan duniaku,” jawabku serius tapi dengan setengah bercanda, mengutip tagline iklan.

                “Walah… Gak usah alay gitu deh. Wah, kayaknya si Dayu ini udah bener-bener bikin kamu jatuh cintrong ye. Tapi yakin gak dia belum punya cowok?” tanya Ichsan lagi.

                “Aku belum pernah tanya sih. Tapi kayaknya sih belum. Ya, aku mau pelan-pelan aja sih. Aku cuma yakin aja kalau Dayu tu cewek baik-baik , cantik banget, dan asik diajak ngobrol.”

                “Sip lah, Lix. Kalau kamu seneng, aku juga seneng. Eneg juga liat kamu melow lama-lama. Hahaha…”

                “Sialan!” kataku singkat sambil meninju lengan Ichsan.  

***

                Aku membulatkan tekad untuk mendekati Dayu. Karena dia telah membuatku galau siang dan malam. I want to make a move. Jadi aku putuskan untuk mencoba mengajak Dayu hangout malam nanti, sepulang les Bahasa Inggris. Aku tidak berharap banyak Dayu langsung mengiyakan ajakanku, tapi setidaknya aku sudah mencoba. Dan aku bukanlah tipe orang yang mudah menyerah.

                Setelah Miss Agnes mengucapkan kalimatnya yang biasa, “see you on the next meeting”, di akhir kelas, aku pun segera merapikan tasku dan mencari celah untuk berbicara berdua dengan Dayu. Akhirnya aku berhasil berjalan keluar kelas berdua dengannya. Aku tidak langsung mengutarakan niatku dan memutuskan untuk menyampaikannya saat sudah tiba di tempat parkir. Saat ini, aku belum berani. Jantungku serasa berlompatan, dan seperti ada yang bergulung-gulung di perutku. Maka aku memanfaatkan waktu ini untuk menetralisir perasaanku yang tidak karuan dan mengumpulkan keberanian.

                Ketika sudah tiba di luar gedung, aku tetap belum berani menyampaikan maksudku. Akhirnya yang keluar dari mulutku adalah pertanyaan hampir standar...

                “Kamu bawa motor sendiri, Day?”

                “Gak. Hari ini aku dijemput,” jawabnya.

Aha! Aku bisa menjadikan hal itu alasan untuk mengantarnya pulang ke rumah, atau mengajaknya hangout dulu kalau dia mau. Baru saja aku ingin menawarinya untuk pulang bersama, dia berseru dengan tiba-tiba.

                “Nah, itu dia jemputanku datang.”

Aku ikut mengalihkan pandangan ke arah yang dia lihat. Tampak  Honda jazz putih berjalan pelan ke arah kami. Ketika mobil itu berhenti, keluar lah seorang cowok berbadan tinggi tegap, berkulit sawo matang, dan mengenakan setelan kasual. Alamak,,, ternyata Dayu memang sudah punya gandengan! Jantungku berdetak lebih cepat saat itu juga dan harapanku hampir pupus. Tenang Lix, mungkin dia kakaknya, kataku menenteramkan diri sendiri.

“Kenalin Lix, ini suamiku, Jo.”

Hatiku hancur seketika. Satu-satunya harapanku yang tersisa adalah semoga aku tidak pingsan dan jatuh di depan kaki mereka berdua.



-- The End --


Special thanks to:

*murid2ku yang udah kupinjam namanya, Dayu, Agnov, Mella, Ichsan, n Dana (maaf, gak ada royalty ^^)
*kelas Mid-B intensif yang udah menginspirasi cerita ini
*Miss Agnes,, tanpanya cerita ini gak akan ada ^_^


2 comments:

  1. bilang aja nama, tokoh, tempat hanya fiktif belaka...ahaahah

    malah pake

    murid2ku yang udah kupinjam namanya, Dayu, Agnov, Mella, Ichsan, n Dana (maaf, gak ada royalty ^^)

    wakakakakka

    ReplyDelete
  2. hahahaha,,, kan ngucapin terimakasih gt ceritanya om.. gapapa donk,, wkwkwkwk... Thx ya om dah berkunjung. :D

    ReplyDelete

Sweet... Sweet... Sweet...

Taste the sweetness of life

Friday 31 August 2012

Dayu


Namanya Dayu. Gadis ayu yang duduk tepat di bawah jendela itu sedang menunduk dan mencatat sesuatu. Dia benar-benar manis dilihat dari sisi manapun. Mata bulat besar, hidung sedikit mancung, dan rambut hitam sebahu, ditambah dengan senyumnya yang sangat-sangat.. akh, sulit sekali mendeskripsikannya. Senyumnya mampu membuat aku tersetrum, ikut senyum-senyum sendiri, hingga tiba-tiba aku tersadar oleh ribut-ribut yang memanggil namaku.

                “Felix!”

                “Felix!!”

                “Felix!!!”

Setelah sadar kulihat sekeliling. Aduh, semua mata tertuju padaku, bahkan mata Dayu dan Miss Agnes. Aku langsung khawatir karena Miss Agnes menatapku dengan tajam. Sepertinya dia telah memanggilku dari tadi, saat aku menatap Dayu. Arrrggghhh….Malunya aku!! Apa Miss Agnes tahu kalau aku tadi sedang memandangi gadis itu?

                Felix, who were you thinking about?” tanya Miss Agnes sambil sedikit tersenyum. Aku lega karena Miss Agnes tidak marah, namun aku juga sedikit berdebar karena pertanyaan itu. Apa dia benar-benar tahu kalau aku tadi memandangi Dayu?

                “Hmm… mmm… No body, Miss. I just thought about something else. I’m having a problem with my thesis. I’m sorry, Miss,” jawabku memberi alasan sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Padahal aku belum menyentuh skripsiku sama sekali. Sial! Aku sadar sepenuhnya kalau alasanku tidak bermutu. Tapi aku rasa Miss Agnes tidak akan marah. Kulihat dia tipe orang yang sangat ramah, murah senyum, dan suka bercanda. Sepertinya usianya pun tidak berbeda jauh denganku yang sekarang sudah semester 8.

                Oh really? But I’m sure that you didn’t have any problem at all. You kept smiling while staring at Dayu,” balas Miss Agnes dengan senyum lebar. Gubraaakk…!!! Feeling-ku benar ternyata, Miss Agnes tahu dan dia terang-terangan menggodaku di depan semua teman-teman baruku. Sontak mereka semua tertawa dan ikut menggodaiku. Kata-kata favorit  pun keluar dari mulut-mulut gatal itu.

                “Ciee… Felix…”

                “Ehm.. Ehm.. Ada yang naksir nih…”

                “Haseeekk…”

Mataku spontan melirik ke arah Dayu untuk melihat reaksinya. Dia hanya tersenyum-senyum sambil sesekali mengklarifikasi dan sesekali menunduk. Apakah mataku menipuku? Sepertinya pipinya memerah. Atau dia kebanyakan pakai blush-on? Kuenyahkan semua pikiran tolol itu. Beberapa orang sudah terdiam, ketika Dayu berkata cukup keras pada orang di sebelahnya, kalau  tidak salah namanya Mella. Suaranya cukup keras untuk sampai di telinga Miss Agnes.

                Hey, what are you talking about? I don’t even know him, you know,” kata Dayu sambil sedikit menggoyang-goyangkan tangannya. Aduh,, bahkan goyangan tangannya pun terlihat indah sekali…

                No need to be shy, Dayu. I’m really glad that I find a romance in our first meeting. This is happy news, right?” kata Miss Agnes santai sambil berdiri bersandar di meja guru. Ternyata Miss Agnes memang “amazing”. Masih dibahas???

                No, Miss. Why are you gossiping?” Dayu membantah perkataan Miss Agnes dan mukanya kembali memerah.

                “Hahaha… Just kidding! You know class, there were once two students who fell in love until I found that they finally had a relationship and they usually didn’t focus on my explanation,” sambung Miss Agnes.

                Then, what did you do to them, Miss?” tanya cewek yang aku yakin bernama Mella itu. Sepertinya dia cewek yang banyak omong, dan terlalu ingin tahu menurutku.

                Then I kicked them out!” kata Miss Agnes pula. Hah? Murid pacaran terus diusir dari kelas? Gila, aku calon korban berikutnya nih sama Dayu (ngarep.com).

                “Whoaaa…!” beberapa murid menunjukkan kekagetannya.

                “Hahaha… Just kidding, guys! Again,” Miss Agnes tampak tertawa puas karena berhasil mengerjai beberapa dari kami. Oh my God, ada ya guru kayak gini? Aku jadi khawatir tidak bisa lulus level intermediate ini. Targetku kan aku lulus satu periode ini saja dan tidak perlu mengulang lagi. Hmm.. Menurut perhitunganku sih, aku sebenarnya sudah lumayan bisa berkomunikasi pakai Bahasa Inggris. Tapi kebijakan kampus mewajibkanku untuk mendapatkan sertifikat intermediate sebagai syarat ujian pendadaran. Ada-ada aja peraturan kampus jaman sekarang. Apa yang akan terjadi sama anak-anak yang kompetensi Bahasa Inggrisnya kurang? Yang mengerti Bahasa Inggris seperti aku mengerti Bahasa Jerman? Gila, mereka pasti harus ikut les terus dari level paling bawah sampai level intermediate ini. Itu pun kalau lancar. Misalkan mereka harus mengulang tiap level, mungkin baru tiga tahun mereka dapat sertifikat intermediate. Sampai di-DO kalau begitu ceritanya. Ck.. ck.. ck…

                OK, back to our lesson. Do you still remember what tense we use to talk about future plans or conditions?” Miss Agnes pun kembali ke pokok persoalan. Belajar. Dan dia baru saja menanyakan pertanyaan yang jawabannya sudah kuhafal di luar kepala. Aku pun spontan menjawab pertanyaan itu.

                Simple future tense, Miss. We can use the word “will” or “be going to”,” jawabku yakin.

                Exactly. Thank you, Felix. So, will you invite Dayu to a dinner this evening?”

                Arrrrrrrrrrgggggggggghhhhhhhhh…………………………..

***

                Sisa waktuku hari ini kuhabiskan untuk memikirkan Dayu. Tadi sore sepulang les aku berhasil mengajaknya ngobrol. Dia anak yang asik. Kejadian di kelas, soal aku yang tak bisa menahan diri melamunkannya, tidak membuatnya ill-feel padaku. Aku tak menyangka akan bertemu dengan calon soulmate-ku di tempat les yang baru. Dayu benar-benar telah menawan hatiku hanya dalam hitungan detik. Sayang aku tidak berani meminta nomor hapenya tadi. Tapi gadis secantik Dayu pasti sudah ada yang punya. Hah, nasib.

***

                Semakin hari aku semakin terhipnotis oleh Dayu. Dia telah menjadi semangatku untuk selalu berangkat les. Sebenarnya aku punya tiga kali kesempatan untuk membolos. Dengan memanfaatkan kesempatan itu, setidaknya aku masih tetap bisa dapat sertifikat. Tapi aku tak ingin melewatkan kesempatan untuk bertemu dengan Dayu dan aku juga tak pernah melewatkan kesempatan untuk duduk bersebelahan dengannya. Karena saat Miss Agnes tidak memperhatikan, aku bisa mengajak ngobrol Dayu mengenai hal-hal di luar kursus. Misalnya asalnya dari mana dan hobinya apa. Seperti yang terjadi sore tadi.

                Ok class. Please open the next page and do exercise 3,” perintah Miss Agnes pada kami semua di kelas.

                Ok, Miss,” terdengar beberapa suara menjawab. Beberapa yang lain langsung saja mengerjakan tanpa mengeluarkan suara sehalus apapun. Dahsyat!!

                Aku memperhatikan kalau Miss Agnes selalu mempunyai kebiasaan berkeliling kelas saat kami sedang mengerjakan latihan. Well, mungkin itu bukan kebiasaan, tapi strategi mengajar. Aku memang tidak terlalu tahu-menahu tentang trik mengajar yang jitu karena aku tidak kuliah di fakultas pendidikan. Tetapi menurutku memang perlu untuk mengecek pekerjaan muridmu jika kamu sendiri menjadi seorang guru. Sehingga ketika muridmu mengajukan pertanyaan, kamu bisa langsung menjawab pertanyaan itu dengan lebih jelas dan personal. Selain itu, kamu juga menguntungkan muridmu yang ingin pedekate seperti aku ini.

                Ketika itu aku sudah selesai mengerjakan soal-soal yang ditugaskan Miss Agnes. Dayu yang duduk di sebelahku pun kulihat sudah memain-mainkan pulpennya, sambil memelototi hasil pekerjaannya. Menurutku Dayu cukup pintar juga. Dia selalu berhasil mengerjakan exercise dalam waktu singkat, seperti juga aku, di saat yang lain masih mengetuk-ngetukkan pulpen mereka di pelipis, atau menggigit-gigit pulpen itu karena tidak tahu harus menjawab apa. Maka kusambar kesempatan emas itu untuk mengajak ngobrol Dayu.

                “Day, kamu udah selese ya?” tanyaku pada Dayu yang kemudian memalingkan wajahnya yang ayu untuk menjawab pertanyaanku. Oh God, jantungku berdetak keras.

                “Iya. Udah kucek juga berulang-ulang, kayaknya udah bener sih. Tapi gak terlalu yakin juga. Kamu juga udah?” Dayu balas bertanya padaku.

                “Iya nih. Ah, pasti udah bener semua deh jawabanmu. Hehehe… Ohya, jadi kamu tu aslinya dari Cilacap ya?” tanyaku setelah aku mendapat informasi beberapa hari yang lalu.

                “He’eh,” jawab Dayu singkat.

                “Deket sama nusa kambangan gak?” tanyaku lagi padanya. Selain untuk basa-basi, aku memang pensaran apakah rumahnya dekat dengan tempat yang digunakan sebagai penjara untuk napi kelas kakap itu.

                “Jauh. Aku pernah sekali kesana waktu SMA.”

                “Ohya? Nusa Kambangan tu kayak apa sih?”

Bla-bla-bla. Obrolan itupun terus berlanjut sampai Miss Agnes memutuskan untuk mengecek jawaban kami. Berbicara dengan Dayu terasa sangat nyambung dan asik. Aku semakin menyukainya. 

***

                “Kamu yakin udah bisa move on?” tanya Ichsan tanpa basa-basi. Kami sedang mengerjakan proyek kami untuk diujikan minggu depan. Proyek ini merupakan salah-satu jaminan kami bisa lulus dan menjadi engineer. Ichsan mengalihkan pandangannya dari layar laptop dan memandangku dengan serius. Aku tahu dia sangat concern padaku. Aku diputusin Dana, mantanku, beberapa bulan yang lalu. Dia memutuskaan buat kuliah di Perancis, ikut papanya yang pindah tugas di sana. Dia memang baru saja masuk kuliah, jadi tak masalah baginya untuk mulai dari awal. Tapi itu masalah bagiku dan aku sudah mencoba memintanya untuk tetap mempertahankan hubungan kami. Tapi dia tetap bersikukuh untuk putus dengan alasan yang klise sekali. Dia tidak bisa menjalani long distance relationship. Jadi mau tidak mau aku harus menerima keputusan Dana.

                “Yakin, bro. Dayu bener-bener udah mengalihkan duniaku,” jawabku serius tapi dengan setengah bercanda, mengutip tagline iklan.

                “Walah… Gak usah alay gitu deh. Wah, kayaknya si Dayu ini udah bener-bener bikin kamu jatuh cintrong ye. Tapi yakin gak dia belum punya cowok?” tanya Ichsan lagi.

                “Aku belum pernah tanya sih. Tapi kayaknya sih belum. Ya, aku mau pelan-pelan aja sih. Aku cuma yakin aja kalau Dayu tu cewek baik-baik , cantik banget, dan asik diajak ngobrol.”

                “Sip lah, Lix. Kalau kamu seneng, aku juga seneng. Eneg juga liat kamu melow lama-lama. Hahaha…”

                “Sialan!” kataku singkat sambil meninju lengan Ichsan.  

***

                Aku membulatkan tekad untuk mendekati Dayu. Karena dia telah membuatku galau siang dan malam. I want to make a move. Jadi aku putuskan untuk mencoba mengajak Dayu hangout malam nanti, sepulang les Bahasa Inggris. Aku tidak berharap banyak Dayu langsung mengiyakan ajakanku, tapi setidaknya aku sudah mencoba. Dan aku bukanlah tipe orang yang mudah menyerah.

                Setelah Miss Agnes mengucapkan kalimatnya yang biasa, “see you on the next meeting”, di akhir kelas, aku pun segera merapikan tasku dan mencari celah untuk berbicara berdua dengan Dayu. Akhirnya aku berhasil berjalan keluar kelas berdua dengannya. Aku tidak langsung mengutarakan niatku dan memutuskan untuk menyampaikannya saat sudah tiba di tempat parkir. Saat ini, aku belum berani. Jantungku serasa berlompatan, dan seperti ada yang bergulung-gulung di perutku. Maka aku memanfaatkan waktu ini untuk menetralisir perasaanku yang tidak karuan dan mengumpulkan keberanian.

                Ketika sudah tiba di luar gedung, aku tetap belum berani menyampaikan maksudku. Akhirnya yang keluar dari mulutku adalah pertanyaan hampir standar...

                “Kamu bawa motor sendiri, Day?”

                “Gak. Hari ini aku dijemput,” jawabnya.

Aha! Aku bisa menjadikan hal itu alasan untuk mengantarnya pulang ke rumah, atau mengajaknya hangout dulu kalau dia mau. Baru saja aku ingin menawarinya untuk pulang bersama, dia berseru dengan tiba-tiba.

                “Nah, itu dia jemputanku datang.”

Aku ikut mengalihkan pandangan ke arah yang dia lihat. Tampak  Honda jazz putih berjalan pelan ke arah kami. Ketika mobil itu berhenti, keluar lah seorang cowok berbadan tinggi tegap, berkulit sawo matang, dan mengenakan setelan kasual. Alamak,,, ternyata Dayu memang sudah punya gandengan! Jantungku berdetak lebih cepat saat itu juga dan harapanku hampir pupus. Tenang Lix, mungkin dia kakaknya, kataku menenteramkan diri sendiri.

“Kenalin Lix, ini suamiku, Jo.”

Hatiku hancur seketika. Satu-satunya harapanku yang tersisa adalah semoga aku tidak pingsan dan jatuh di depan kaki mereka berdua.



-- The End --


Special thanks to:

*murid2ku yang udah kupinjam namanya, Dayu, Agnov, Mella, Ichsan, n Dana (maaf, gak ada royalty ^^)
*kelas Mid-B intensif yang udah menginspirasi cerita ini
*Miss Agnes,, tanpanya cerita ini gak akan ada ^_^


2 comments:

  1. bilang aja nama, tokoh, tempat hanya fiktif belaka...ahaahah

    malah pake

    murid2ku yang udah kupinjam namanya, Dayu, Agnov, Mella, Ichsan, n Dana (maaf, gak ada royalty ^^)

    wakakakakka

    ReplyDelete
  2. hahahaha,,, kan ngucapin terimakasih gt ceritanya om.. gapapa donk,, wkwkwkwk... Thx ya om dah berkunjung. :D

    ReplyDelete